Jumat, 12 Februari 2016
Selasa, 13 Desember 2011
Trik Sederhana Memotret Siluet
Sobat Fotografi,… foto siluet adalah sebuah foto yang mempunyai obyek utama gelap dengan background yang terang. Foto siluet memang akan terlihat bagus apabila kita memperhatikan beberapa unsure pendukungnya. Cahaya yang ada di background foto tidak melulu dari cahaya alam seperti matahari, namun kita juga bisa membuat efek cahaya sendiri dengan menggunakan flash of camera atau lampu penerangan biasa.
Dalam menghasilkan foto siluet diharapkan memiliki nilai seni atau mempunyai karakter pada hasil akhirnya. Berikut beberapa unsur yang harus diperhatikan ketika anda akan membuat foto siluet.
1. Jelaslah flash / arah cahaya yang berhadapan langsung dengan objek tidak diperkenankan. Flash wajib dimatikan pada kamera atau flash built in jangan digunakan.
2. Perhatikan cahaya yang berada di belakang objek (background) pastikan cahaya tersebut lebih terang daripada bagian depan objek.
3. Carilah objek-objek yang menarik, sebagai contoh objek tersebut mempunyai bentuk yang unik. Dalam mencari background hendaknya dipilih yang tidak terlalu ramai, karena kita akan menonjolkan garis-garis tepi objek utama.
4. Apabila anda menginginkan objek manusia atau benda hidup lainya, usahakan pengambilan gambar dilakukan menyamping, karena lekukan-lekukan pada orang akan terlihat detail.
5. Ukurlah exposure dengan tepat, pengukuran exposure dimulai dari cahaya yang paling terang di bagian background. Dari hasil metering tersebut silahkan dikombinasikan dengan aperture sesuai keinginan anda. Jika menginginkan background yang blur setinglah pada aperture (diafragma) pada bukaan besar bisa 1.8 atau 2.8. Untuk memperoleh ruang tajam yang luas gunakan setingan aperture yang kecil bisa 5.6 dan seterusnya.
6. Teruslah bereksperimen hinga mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginan anda.
Selamat Mencoba Semoga Bermanfaat,
Original Site : http://www.majalahfoto.com/2011/10/14/trik-sederhana-memotret-siluet/#more-727
PHOTOGRAPHY
Framming dalam Fotografi
Pada dasarnya framming dalam fotografi terdiri dari beberapa unsur, seperti :
1. ANGLE (Sudut Pandang), Angle ini merupakan sudut pandang kamera, dimana anda membuat sudut dalam sebuah objek. Dalam Angle ini, terdapat 3 dasar dari angle, yaitu : >> High Angle : Sudut kamera melihat kebawah, tak penting dimana anda meletakkan kameranya, yang penting bagaimana sudut pandangnya. High Angle ini dapat membuat subjek yang difoto lebih kecil(kurus), oleh karena itu banyak wanita yang suka difoto dengan high angle ini. Selain itu High angle ini dapat membuat efek dimana subjek terlihat lebih kecil, menderita, ditindas,dsb. >> Eye Angle : Sudut kamera diletakkan sejajar dengan arah pandang, jadi subjek dibuat sejajar dengan arah pandang kamera. Hal ini akan membuat subjek sejajar. >> Low Angle : Posisi kamera dihadapkan ke atas, jadi membuat kesan subjeknya lebih besar, berwibawa, dsb.
2. SHOT SIZE / TYPE OF SHOT, Ini merupakan ukuran gambar yang akan menentukan informasi apa yang ingin anda sampaikan. >> Extreme Close Up (ECU) : Merupakan tipe shot terkecil, biasanya digunakan untuk memberikan informasi tertentu dimana objeknya sangat kecil. >> Big Close Up (BCU) : Jika subjeknya adalah kepala manusia, biasanya BCU ini diambil dari dahi hingga dagu. >> Close Up (CU) : Diambil dari kepala hingga bahu atas. >> Medium Close Up (MCU) : Kepala hingga dada. >> Medium Shot (MS) : Ukuran gambar dari kepala hingga pinggang. >> Medium Long Shot (MLS) : Kepala hingga lutut. >> Long Shot (LS) : Kepala hingga kaki.
3. KOMPOSISI, Komposisi merupakan hal yang tak kalah penting dalam pengambilan gambar, oleh karena itu sebelum anda memotret, sebaiknya anda paham mengenai komposisi ini. Terdapat 2 hal utama dalam komposisi, yaitu : >> Head Room : Komposisi ini merupakan daerah ruangan diatas kepala. Jangan sampai terlalu berlebih, kecuali ada informasi lain yang ingin anda sampaikan. >> Looking Room : Ini adalah jarak pandang antara mata dengan frame.Jika subjek melihat ke kiri, maka ruang sebelah kiri sebaiknya lebih luas dibanding sebelah kanan.Begitu pula sebaliknya.
Shutter Speed Pada DSLR
Shutter Speed, merupakan kecepatan terbuka dan tertutupnya tirai. Kecepatan ini yang nantinya akan menentukan seberapa banyak sinar yang ditangkap. Berikut kecepatan Shutter speed yang terdapat pada sebuah kamera DSLR.
* Bulb – artinya kecepatan terbuka dan tertutupnya tirai di tentukan sendiri oleh klik telunjuk kita pada shutter release. Sehingga bulb ini dapat menjadi alternative ketika kita tidak menemukan shutter speed yang disediakan oleh DSLR. Namun menggunakan bulb terkadang membutuhkan naluri yang kuat.
* Slow Speed, adalah kategori kecepatan rendah dalam Shutter speed. Angkanya adalah mulai dari lebih dari 2 detik hingga seper tiga puluh detik (1/30s). Slow Speed biasanya digunakan pada saat kondisi objek, foreground maupun background minim cahaya. Namun ada resiko yang harus dibayar ketika menggunakan slow speed, penggunaan objek slow speed sebaiknya tidak pada objek bergerak dan untuk hasil maksimal, wajib menggunakan tripod / penopang sehingga gambar tidak shake / goyang. Namun beberapa fotografer justru memanfaat slow speed untuk menghasilkan sebuah foto yang bernilai seni tinggi, semisal digunakan untuk teknik panning pada sebuah kendaraan ataupun digunakan untuk membidik aliran sungai sehingga menghasilkan aliran sungai yang lembut bagaikan salju. Atau juga digunakan untuk menghasilkan sebuah laser / trail light dimalam hari. Ini salah satu gambr ketika saya menggunakan teknik slow speed di malam hari.
* Fast Speed, merupakan kategori kecepatan tinggi dalam Shutter Speed. Angkanya dimulai dari seper empat puluh detik (1/40s) hingga lebih dari seper seribu detik (1/1000s). Fast Speed biasanya digunakan untuk objek dengan kondisi penuh cahaya dan berkecepatan tinggi, sehingga tidak diperlukan sesuatu untuk menopang kamera. Fast Speed sangat cocok digukanan untuk membekukan sesuatu, seperti lebah yang sedang terbang kesana kemari, seorang pembalap motor dengan kecepatan tinggi bahkan, ada kamera yang khusus diciptakan untuk menerapkan Fast Speed sehingga dapat membekukan sebuah peluru yang sedang melesat.
Fotografi Malam
Fotografi Malam mengacu pada foto yang diambil di luar ruangan antara senja dan fajar. Fotografer malam umumnya memiliki pilihan antara menggunakan cahaya buatan atau menggunakan paparan panjang, memperlihatkan adegan untuk detik atau bahkan menit, untuk memberikan film cukup waktu untuk mengambil gambar yang dapat digunakan, dan untuk mengimbangi kegagalan timbal balik. Dengan kemajuan film berkecepatan tinggi, lebih tinggi sensitivitas sensor gambar digital, lensa lebar aperture, dan kekuatan yang selalu lebih besar dari lampu perkotaan, fotografi malam semakin dimungkinkan dengan menggunakan cahaya yang tersedia.
Teknik & Peralatan Night Shot
1. Tripod A biasanya diperlukan karena waktu pemaparan yang panjang. Atau, kamera dapat ditempatkan pada objek, mantap datar misalnya meja atau kursi, dinding rendah, ambang jendela, dll.
2. Sebuah kabel shutter release atau self timer hampir selalu digunakan untuk mencegah kamera goyang saat tombol rana dilepaskan.
3. Fokus manual, karena sistem autofocus biasanya beroperasi buruk dalam kondisi cahaya rendah. Kamera digital baru menggabungkan mode Live View yang sering memungkinkan fokus manual sangat akurat.
4. Sebuah stopwatch atau timer remote, untuk waktu eksposur yang sangat lama dimana pengaturan bohlam kamera digunakan.
Panduan Night Shot
1. Pilih kamera yang tepat. pemotretan Malam yang sebaiknya dilakukan dengan manual SLR 35 mm kamera. Jika Anda memutuskan untuk bekerja secara digital, pastikan bahwa Anda memiliki kemampuan untuk memiliki rana Anda terbuka, melampirkan memicu rana dan kontrol aperture dan kecepatan rana.
2. Bawa alat yang tepat, yang meliputi tripod dan memicu rana, sehingga Anda tidak kamera goyang saat tersandung rana selama eksposur panjang. Hal ini juga penting untuk melakukan dan tangan timer diadakan untuk melacak waktu eksposur.
3. Gunakan film kecepatan sedang atau lambat untuk menghasilkan gambar berkualitas. Bahkan film yang cepat akan memerlukan waktu paparan yang lama, namun film menengah dan lambat, dengan sedikit kesabaran, akan menciptakan kualitas biji yang paling sempurna.
4. Bracket tembakan Anda untuk memastikan gambar yang sempurna. Ini berarti bahwa Anda harus angka kira-kira waktu bukaan untuk menembak Anda, dan kemudian menembak setidaknya dua foto lagi, menambah dan mengurangi waktu. Misalnya, jika Anda percaya Anda dapat mengambil foto yang bagus dengan satu kali paparan menit, menembak lain di 30 detik dan satu lagi di dua menit.
5. Gerak Tangkap dengan mengambil keuntungan dari waktu yang lama Anda eksposur. jalan cahaya Catch mobil zooming bawah jalan tol, atau melacak pergerakan bintang di langit malam.
6. Bermain main dengan pengaturan aperture. Anda memiliki tanda kurung foto Anda, sekarang coba lagi dengan setting aperture yang berbeda. Sebuah aperture yang lebih kecil dapat membantu mencegah lampu stasioner dari overexposing film, sedangkan aperture yang lebih besar dapat membantu mencegah adanya gerak pada gambar akhir.
7. Trigger flash saat terpapar untuk membuat cahaya nyata untuk materi pelajaran Anda. Ini akan membuat latar belakang lebih jelas, sedangkan menerangi subjek yang Anda menembak.
Original Site : http://avriell-andini.blogspot.com/search/label/Photography
Continue Reading...
Tips Fotografi 13
Framming dalam Fotografi
Pada dasarnya framming dalam fotografi terdiri dari beberapa unsur, seperti :
1. ANGLE (Sudut Pandang), Angle ini merupakan sudut pandang kamera, dimana anda membuat sudut dalam sebuah objek. Dalam Angle ini, terdapat 3 dasar dari angle, yaitu : >> High Angle : Sudut kamera melihat kebawah, tak penting dimana anda meletakkan kameranya, yang penting bagaimana sudut pandangnya. High Angle ini dapat membuat subjek yang difoto lebih kecil(kurus), oleh karena itu banyak wanita yang suka difoto dengan high angle ini. Selain itu High angle ini dapat membuat efek dimana subjek terlihat lebih kecil, menderita, ditindas,dsb. >> Eye Angle : Sudut kamera diletakkan sejajar dengan arah pandang, jadi subjek dibuat sejajar dengan arah pandang kamera. Hal ini akan membuat subjek sejajar. >> Low Angle : Posisi kamera dihadapkan ke atas, jadi membuat kesan subjeknya lebih besar, berwibawa, dsb.
2. SHOT SIZE / TYPE OF SHOT, Ini merupakan ukuran gambar yang akan menentukan informasi apa yang ingin anda sampaikan. >> Extreme Close Up (ECU) : Merupakan tipe shot terkecil, biasanya digunakan untuk memberikan informasi tertentu dimana objeknya sangat kecil. >> Big Close Up (BCU) : Jika subjeknya adalah kepala manusia, biasanya BCU ini diambil dari dahi hingga dagu. >> Close Up (CU) : Diambil dari kepala hingga bahu atas. >> Medium Close Up (MCU) : Kepala hingga dada. >> Medium Shot (MS) : Ukuran gambar dari kepala hingga pinggang. >> Medium Long Shot (MLS) : Kepala hingga lutut. >> Long Shot (LS) : Kepala hingga kaki.
3. KOMPOSISI, Komposisi merupakan hal yang tak kalah penting dalam pengambilan gambar, oleh karena itu sebelum anda memotret, sebaiknya anda paham mengenai komposisi ini. Terdapat 2 hal utama dalam komposisi, yaitu : >> Head Room : Komposisi ini merupakan daerah ruangan diatas kepala. Jangan sampai terlalu berlebih, kecuali ada informasi lain yang ingin anda sampaikan. >> Looking Room : Ini adalah jarak pandang antara mata dengan frame.Jika subjek melihat ke kiri, maka ruang sebelah kiri sebaiknya lebih luas dibanding sebelah kanan.Begitu pula sebaliknya.
Shutter Speed Pada DSLR
Shutter Speed, merupakan kecepatan terbuka dan tertutupnya tirai. Kecepatan ini yang nantinya akan menentukan seberapa banyak sinar yang ditangkap. Berikut kecepatan Shutter speed yang terdapat pada sebuah kamera DSLR.
* Bulb – artinya kecepatan terbuka dan tertutupnya tirai di tentukan sendiri oleh klik telunjuk kita pada shutter release. Sehingga bulb ini dapat menjadi alternative ketika kita tidak menemukan shutter speed yang disediakan oleh DSLR. Namun menggunakan bulb terkadang membutuhkan naluri yang kuat.
* Slow Speed, adalah kategori kecepatan rendah dalam Shutter speed. Angkanya adalah mulai dari lebih dari 2 detik hingga seper tiga puluh detik (1/30s). Slow Speed biasanya digunakan pada saat kondisi objek, foreground maupun background minim cahaya. Namun ada resiko yang harus dibayar ketika menggunakan slow speed, penggunaan objek slow speed sebaiknya tidak pada objek bergerak dan untuk hasil maksimal, wajib menggunakan tripod / penopang sehingga gambar tidak shake / goyang. Namun beberapa fotografer justru memanfaat slow speed untuk menghasilkan sebuah foto yang bernilai seni tinggi, semisal digunakan untuk teknik panning pada sebuah kendaraan ataupun digunakan untuk membidik aliran sungai sehingga menghasilkan aliran sungai yang lembut bagaikan salju. Atau juga digunakan untuk menghasilkan sebuah laser / trail light dimalam hari. Ini salah satu gambr ketika saya menggunakan teknik slow speed di malam hari.
* Fast Speed, merupakan kategori kecepatan tinggi dalam Shutter Speed. Angkanya dimulai dari seper empat puluh detik (1/40s) hingga lebih dari seper seribu detik (1/1000s). Fast Speed biasanya digunakan untuk objek dengan kondisi penuh cahaya dan berkecepatan tinggi, sehingga tidak diperlukan sesuatu untuk menopang kamera. Fast Speed sangat cocok digukanan untuk membekukan sesuatu, seperti lebah yang sedang terbang kesana kemari, seorang pembalap motor dengan kecepatan tinggi bahkan, ada kamera yang khusus diciptakan untuk menerapkan Fast Speed sehingga dapat membekukan sebuah peluru yang sedang melesat.
Fotografi Malam
Fotografi Malam mengacu pada foto yang diambil di luar ruangan antara senja dan fajar. Fotografer malam umumnya memiliki pilihan antara menggunakan cahaya buatan atau menggunakan paparan panjang, memperlihatkan adegan untuk detik atau bahkan menit, untuk memberikan film cukup waktu untuk mengambil gambar yang dapat digunakan, dan untuk mengimbangi kegagalan timbal balik. Dengan kemajuan film berkecepatan tinggi, lebih tinggi sensitivitas sensor gambar digital, lensa lebar aperture, dan kekuatan yang selalu lebih besar dari lampu perkotaan, fotografi malam semakin dimungkinkan dengan menggunakan cahaya yang tersedia.
Teknik & Peralatan Night Shot
1. Tripod A biasanya diperlukan karena waktu pemaparan yang panjang. Atau, kamera dapat ditempatkan pada objek, mantap datar misalnya meja atau kursi, dinding rendah, ambang jendela, dll.
2. Sebuah kabel shutter release atau self timer hampir selalu digunakan untuk mencegah kamera goyang saat tombol rana dilepaskan.
3. Fokus manual, karena sistem autofocus biasanya beroperasi buruk dalam kondisi cahaya rendah. Kamera digital baru menggabungkan mode Live View yang sering memungkinkan fokus manual sangat akurat.
4. Sebuah stopwatch atau timer remote, untuk waktu eksposur yang sangat lama dimana pengaturan bohlam kamera digunakan.
Panduan Night Shot
1. Pilih kamera yang tepat. pemotretan Malam yang sebaiknya dilakukan dengan manual SLR 35 mm kamera. Jika Anda memutuskan untuk bekerja secara digital, pastikan bahwa Anda memiliki kemampuan untuk memiliki rana Anda terbuka, melampirkan memicu rana dan kontrol aperture dan kecepatan rana.
2. Bawa alat yang tepat, yang meliputi tripod dan memicu rana, sehingga Anda tidak kamera goyang saat tersandung rana selama eksposur panjang. Hal ini juga penting untuk melakukan dan tangan timer diadakan untuk melacak waktu eksposur.
3. Gunakan film kecepatan sedang atau lambat untuk menghasilkan gambar berkualitas. Bahkan film yang cepat akan memerlukan waktu paparan yang lama, namun film menengah dan lambat, dengan sedikit kesabaran, akan menciptakan kualitas biji yang paling sempurna.
4. Bracket tembakan Anda untuk memastikan gambar yang sempurna. Ini berarti bahwa Anda harus angka kira-kira waktu bukaan untuk menembak Anda, dan kemudian menembak setidaknya dua foto lagi, menambah dan mengurangi waktu. Misalnya, jika Anda percaya Anda dapat mengambil foto yang bagus dengan satu kali paparan menit, menembak lain di 30 detik dan satu lagi di dua menit.
5. Gerak Tangkap dengan mengambil keuntungan dari waktu yang lama Anda eksposur. jalan cahaya Catch mobil zooming bawah jalan tol, atau melacak pergerakan bintang di langit malam.
6. Bermain main dengan pengaturan aperture. Anda memiliki tanda kurung foto Anda, sekarang coba lagi dengan setting aperture yang berbeda. Sebuah aperture yang lebih kecil dapat membantu mencegah lampu stasioner dari overexposing film, sedangkan aperture yang lebih besar dapat membantu mencegah adanya gerak pada gambar akhir.
7. Trigger flash saat terpapar untuk membuat cahaya nyata untuk materi pelajaran Anda. Ini akan membuat latar belakang lebih jelas, sedangkan menerangi subjek yang Anda menembak.
Original Site : http://avriell-andini.blogspot.com/search/label/Photography
Rule of Third
Ketika memotret, hal pertama yang ada di pikiran kita adalah menentukan obyek apa yang hendak kita potret. Obyek ini biasa disebut sebagai point of interest. Setelah itu pertanyaan yang muncul adalah ‘ditaruh’ di mana obyek kita tersebut? Di tengah? Di kiri? Di mana bagusnya? Ini yang biasa disebut ‘mengatur komposisi’.
Dalam seni lukis, desain dan fotografi, ada panduan komposisi yang disebut sebagai Rule of Thirds. Panduan Rule of Thirds adalah dengan membayangkan garis imajiner yang membagi foto menjadi 9 bagian yang sama. Jadi ketika memotret, kita membayangkan seolah-olah kita menarik garis dua garis vertikal dan dua garis horisontal. Obyek yang menjadi point of interest kita lalu kita letakkan di sepanjang garis ini atau di titik pertemuan antara dua garis (biasa disebut power point).
Karena lebih sebagai panduan dan bukan aturan, penempatan obyek tentu tidak selalu harus tepat di sepanjang garis atau di pertemuan dua garis seperti di atas. Tapi menempatkan obyek di sekitar garis ini pada umumnya akan membantu kita membentuk komposisi yang lebih bagus. Pada contoh di bawah ini kita bisa lihat bahwa point of interest orang yang berlari kita tempatkan di dekat garis vertikal sebelah kiri, sementara perahu kita tempatkan di dekat garis vertikal sebelah kanan. Selain itu garis cakrawala kita tempatkan di garis horisontal bawah.
Tentu dalam suatu karya seni akan lebih bebas bila tak banyak aturan, toh katanya “the beauty is in the eye of the beholder”, tapi jika hasil foto terbukti terlihat lebih bagus dengan Rule of Thirds ini ya tentu tidak ada salahnya untuk dicoba.
Continue Reading...
Dalam seni lukis, desain dan fotografi, ada panduan komposisi yang disebut sebagai Rule of Thirds. Panduan Rule of Thirds adalah dengan membayangkan garis imajiner yang membagi foto menjadi 9 bagian yang sama. Jadi ketika memotret, kita membayangkan seolah-olah kita menarik garis dua garis vertikal dan dua garis horisontal. Obyek yang menjadi point of interest kita lalu kita letakkan di sepanjang garis ini atau di titik pertemuan antara dua garis (biasa disebut power point).
Karena lebih sebagai panduan dan bukan aturan, penempatan obyek tentu tidak selalu harus tepat di sepanjang garis atau di pertemuan dua garis seperti di atas. Tapi menempatkan obyek di sekitar garis ini pada umumnya akan membantu kita membentuk komposisi yang lebih bagus. Pada contoh di bawah ini kita bisa lihat bahwa point of interest orang yang berlari kita tempatkan di dekat garis vertikal sebelah kiri, sementara perahu kita tempatkan di dekat garis vertikal sebelah kanan. Selain itu garis cakrawala kita tempatkan di garis horisontal bawah.
Tentu dalam suatu karya seni akan lebih bebas bila tak banyak aturan, toh katanya “the beauty is in the eye of the beholder”, tapi jika hasil foto terbukti terlihat lebih bagus dengan Rule of Thirds ini ya tentu tidak ada salahnya untuk dicoba.
PHOTOGRAPHY
Perbedaan kamera full frame dengan crop sensor
Beberapa waktu yang lalu ada yang bertanya tentang beda kamera digital full frame dengan kamera digital crop frame (biasa). Maka dari itu mari kita bahas secara mendalam dan mudah-mudahan lengkap.
Kamera full frame berukuran sensor lebih besar dari kamera SLR crop, berapa bedanya? Luas penampang kamera full frame adalah 864 mm2 dibandingkan dengan kamera crop sensor Canon: 329 mm2, Nikon, Sony, Pentax : 370 mm2 dan Olympus: 225 mm2
Dampak perbedaan ukuran inilah yang menjadi sumber perbedaan-perbedaan dibawah ini:
1. Kualitas foto
Kamera bersensor berukuran besar lebih baik terutama di ISO tinggi (foto di tempat yang gelap). Untuk ketajaman foto, ini tergantung juga dengan lensa yang dipakai. Kalau lensa yang dipakai jelek, maka kualitas foto di kamera bersensor besar malah bisa lebih buruk.
2. Jangkauan fokal lensa
Bila kita mengunakan lensa yang sama dan kita pasang di kamera full frame dan satunya lagi kamera crop frame, maka ada perbedaan jangkauan fokal lensa. Di kamera full frame, foto akan terlihat lebih lebar, sedangkan di kamera crop frame, lebih sempit. Hal ini dikarenakan kamera crop frame otomatis mengkrop foto yang diambil.
Tiap merek kamera memiliki rasio yang agak berbeda dengan yang lain. Contoh Canon 1.6, Nikon, Pentax dan Sony 1.5, Olympus 2. Artinya bila lensa 100mm di pasang di kamera crop Canon, maka akan keliatan seperti 160mm di kamera full frame.
Efek ini tentunya disukai oleh fotografer olahraga atau satwa liar, karena dengan lensa 300mm misalnya, dengan mengunakan kamera crop, jangkauannya seperti 480mm.
3. Tidak semua lensa cocok dipasang buat kamera full frame
Ini yang penting bagi yang mempertimbangkan untuk membeli kamera full frame. Gak semua lensa kompatibel, ini dikarenakan banyak produsen lensa membuat lensa yang berukuran lebih kecil dan di optimalkan untuk kamera crop. Sebaliknya, semua lensa yang bisa dipakai di kamera full frame, bisa dipakai di kamera crop frame.
Contoh lensa yang tidak kompatibel antara lain Canon EF-S, Nikon DX, Tamron Dii, Sigma DC
4. Depth of field atau kedalaman fokus
Karena ukuran sensor lebih besar, makin tipis kedalaman fokus dibandingkan dengan kamera crop. Contoh, lensa dengan bukaan f/1.4 bila digunakan di full frame seperti lensa f/1 (Di dapat dari 1.4 dibagi crop faktor kamera misalnya 1.5 untuk kamera Nikon) bila dipakai di kamera crop sensor.
5. Lebih rentan blur*
Saya pernah baca artikel yang mengatakan bahwa kamera bersensor besar sedikit lebih rentan blur bila kamera goyang. Ini mungkin ada benarnya. Akibatnya, kita perlu menaikkan shutter speed lebih tinggi untuk mengkompensasikannya.
6. Harga
Karena untuk membuat sensor berukuran besar mahal, dan tidak diproduksi se-massal sensor crop, maka kamera full frame juga lebih mahal banyak daripada kamera crop. Kamera baru setidaknya berharga 20-30 juta. Ada juga yang mencapai 70 juta, sedangkan kamera crop baru bisa dibeli dengan harga mulai dari sekitar 4 – 5 jutaan.
==========================================================================
Contoh kamera full frame: Canon 5D mark II, Nikon D700, Nikon D3, Sony A900. Contoh kamera crop sensor: Canon 350D – 550D, Canon 40D, 50D, 7D, Nikon D3000, D5000, D90, Pentax kx, k20d, Olympus E-3, E-620, Sony A200 – A700 dan lain lain.
Original Site : http://avriell-andini.blogspot.com/2011/06/perbedaan-kamera-full-frame-dengan-crop.html
Continue Reading...
Kamera full frame berukuran sensor lebih besar dari kamera SLR crop, berapa bedanya? Luas penampang kamera full frame adalah 864 mm2 dibandingkan dengan kamera crop sensor Canon: 329 mm2, Nikon, Sony, Pentax : 370 mm2 dan Olympus: 225 mm2
Dampak perbedaan ukuran inilah yang menjadi sumber perbedaan-perbedaan dibawah ini:
1. Kualitas foto
Kamera bersensor berukuran besar lebih baik terutama di ISO tinggi (foto di tempat yang gelap). Untuk ketajaman foto, ini tergantung juga dengan lensa yang dipakai. Kalau lensa yang dipakai jelek, maka kualitas foto di kamera bersensor besar malah bisa lebih buruk.
2. Jangkauan fokal lensa
Bila kita mengunakan lensa yang sama dan kita pasang di kamera full frame dan satunya lagi kamera crop frame, maka ada perbedaan jangkauan fokal lensa. Di kamera full frame, foto akan terlihat lebih lebar, sedangkan di kamera crop frame, lebih sempit. Hal ini dikarenakan kamera crop frame otomatis mengkrop foto yang diambil.
Tiap merek kamera memiliki rasio yang agak berbeda dengan yang lain. Contoh Canon 1.6, Nikon, Pentax dan Sony 1.5, Olympus 2. Artinya bila lensa 100mm di pasang di kamera crop Canon, maka akan keliatan seperti 160mm di kamera full frame.
Efek ini tentunya disukai oleh fotografer olahraga atau satwa liar, karena dengan lensa 300mm misalnya, dengan mengunakan kamera crop, jangkauannya seperti 480mm.
3. Tidak semua lensa cocok dipasang buat kamera full frame
Ini yang penting bagi yang mempertimbangkan untuk membeli kamera full frame. Gak semua lensa kompatibel, ini dikarenakan banyak produsen lensa membuat lensa yang berukuran lebih kecil dan di optimalkan untuk kamera crop. Sebaliknya, semua lensa yang bisa dipakai di kamera full frame, bisa dipakai di kamera crop frame.
Contoh lensa yang tidak kompatibel antara lain Canon EF-S, Nikon DX, Tamron Dii, Sigma DC
4. Depth of field atau kedalaman fokus
Karena ukuran sensor lebih besar, makin tipis kedalaman fokus dibandingkan dengan kamera crop. Contoh, lensa dengan bukaan f/1.4 bila digunakan di full frame seperti lensa f/1 (Di dapat dari 1.4 dibagi crop faktor kamera misalnya 1.5 untuk kamera Nikon) bila dipakai di kamera crop sensor.
5. Lebih rentan blur*
Saya pernah baca artikel yang mengatakan bahwa kamera bersensor besar sedikit lebih rentan blur bila kamera goyang. Ini mungkin ada benarnya. Akibatnya, kita perlu menaikkan shutter speed lebih tinggi untuk mengkompensasikannya.
6. Harga
Karena untuk membuat sensor berukuran besar mahal, dan tidak diproduksi se-massal sensor crop, maka kamera full frame juga lebih mahal banyak daripada kamera crop. Kamera baru setidaknya berharga 20-30 juta. Ada juga yang mencapai 70 juta, sedangkan kamera crop baru bisa dibeli dengan harga mulai dari sekitar 4 – 5 jutaan.
==========================================================================
Contoh kamera full frame: Canon 5D mark II, Nikon D700, Nikon D3, Sony A900. Contoh kamera crop sensor: Canon 350D – 550D, Canon 40D, 50D, 7D, Nikon D3000, D5000, D90, Pentax kx, k20d, Olympus E-3, E-620, Sony A200 – A700 dan lain lain.
Original Site : http://avriell-andini.blogspot.com/2011/06/perbedaan-kamera-full-frame-dengan-crop.html
Langganan:
Postingan (Atom)