Minggu, 20 Februari 2011

Mengatur Exposure dalam Pemotretan


Menurut gua ada dua aspek dalam fotografi yang berkaitan dalam menghasilkan gambar, yang pertama dan lebih dasar adalah menghasilkan gambar yang baik, sedangkan yang kedua adalah menghasilkan gambar yang bagus. Formulanya adalah :

Menghasilkan gambar yang bagus = Kemampuan untuk menghasilkan gambar yang baik + daya kreatif

Menghasilkan gambar yang baik lebih bersifat teknis, dimana semua aspek di dalamnya dengan eksak bisa dipelajari. Menghasilkan gambar yang baik juga lebih equipment-dependent, dengan kata lain jika kita menguasai kamera (dan peralatan pendukungnya) maka gambar yang baik sudah pasti bisa dihasilkan.

Sebagaimana yang sudah disinggung sebelumnya, untuk menghasilkan gambar obyek melalui kamera, maka obyek tersebut harus terekspos oleh cahaya. Jumlah cahaya yang diterima dan dikumpulkan oleh sensor cahaya dalam kamera dalam satu pengambilan gambar inilah yang disebut dengan Exposure. Jika terlalu banyak cahaya yang diterima berakibat gambar akan terlalu terang, dan sebaliknya kalau cahaya kurang menghasilkan gambar yang gelap. So, pengaturan exposure yang tepat adalah hal yang dibutuhkan untuk menangkap gambar dengan baik. Dan dengan menguasainya selanjutnya kita bisa bereksperimen menghasilkan gambar yang kreatif.

Pada saat ini, hampir semua kamera dilengkapi dengan fitur pengukuran cahaya (light meter) yang digunakan untuk mengukur standar kebutuhan cahaya untuk pengambilan gambar. Skala meteran exposure ini berkisar dari -2 hingga +2, angka nol menyatakan jumlah cahaya tepat mencukupi yang dibutuhkan sensor untuk menangkap cahaya secara seimbang. Lebih dari nol artinya over exposure (kelebihan cahaya) dan sebaliknya adalah under exposure (kurang cahaya).

Pada pengoperasian kamera digital secara otomatis, kamera akan mengatur exposure secara automatis pula. Hal tersebut oke-oke aja, tetapi jika kita tahu bagaimana mengendalikan dan bermain-main dengan exposure maka kita bisa memperoleh gambar yang lebih baik dan lebih kreatif.

Komponen-komponen yang berpengaruh terhadap Exposure

Pengaturan nilai exposure dalam pengambilan gambar dapat dilakukan dengan mengatur (dan memadukan) antara komponen-komponen berikut:

Shutter Speed / Kecepatan Jepret

Kecepatan jepret mengatur seberapa cepat waktu sensor dalam kamera terkenai cahaya. Semakin lambat kecepatan yang kita set, makin banyak cahaya yang masuk dan mengenai sensor di dalam kamera, dan sebaliknya. Kecepatan jepret ini umumnya dinyatakan dalam seper sekian detik, sebagai contoh jika shutter speed di Canon 400D gua di set sebesar 1/4000 detik artinya jendela cahaya akan dibuka sangat cepat, dan jika 30” berarti sebaliknya yakni sangat lambat. Untuk mengatur komponen ini, pastikan setting kendali kamera pada pilihan manual (M) atau mode shutter priority (Tv).

Penggunaan kendali shutter sangat penting dan diperlukan bila kita menemui situasi dimana obyek merupakan obyek bergerak (motion), baik untuk menciptakan efek freeze maupun blur motion. Sebagai contoh yang masih anget, foto-foto ini gua ambil kemaren pas Ski Jump World Cup (thx to Dini udah ngingetin !:P) di Trondheim 8 Desember 2007, yang bisa jadi contoh berkaitan dengan shutter speed.

Efek Freeze diambil dengan shutter speed 1/500 detik

clip_image001

Efek blur motion dengan shutter speed 1/60 :

clip_image002

Selain itu bermain-main shutter sangat diperlukan jika kita ingin menampilkan efek kreatif saat mengambil obyek (dengan sumber cahaya) pada situasi gelap, misal : cahaya kembang api, cahaya lampu mobil yang melintas dsb.

Jika kita bermain dengan shutter speed yang rendah, stabil tidaknya kita memegang kamera akan sangat berpengaruh, pada saat inilah kita membutuhkan bantuan tripod.

Aperture

Aperture menyatakan lebar bukaan lensa ketika cahaya kita biarkan menerobos masuk ke dalam kamera. Komponen ini seringkali dinyatakan sebagai f/stop, dan rentangnya sangat tergantung dari jenis lensa yang kita gunakan. Untuk kamera Canon gua dengan Lensa 18-55mm USM, rentang f/stop ini berkisar dari f/3.5 (aperture besar, jendela terbuka lebar sehingga membiarkan banyak cahaya masuk) hingga f/29 (aperture kecil, jendela terbuka sempit sehingga sedikit cahaya masuk). Untuk mengatur komponen ini, pastikan setting kendali kamera pada pilihan manual (M) atau mode aperture priority (Av).

Penggunaan aperture sangat erat berhubungan dengan bagaimana kita mengatur fokus dari POI (point of interest) dalam gambar yang kita tangkap. Atau dalam kata lain, seberapa ‘dalam’ secara visual gambar yang ingin kita tangkap. Istilah fotografi dari hal ini adalah Depth of Field. Biar gampang, berikut ilustrasinya :

Gambar ini diambil dengan menggunakan aperture f/4.5 yang lebar, agar lensa terfokus pada bunga semak dan latar belakangnya (rumah merah) menjadi blur (lens blur). Hal ini gua pilih supaya perhatian (yang ngliat nantinya) terletak pada bunga semak saja (sebagai POI), dan background yang blur sebagai atmosfir pendukung yang memberikan sensasi jarak/kedalaman (yang lebih kuat) terhadap si POI.

clip_image003

Bandingkan dengan gambar berikut yang diambil dengan menggunakan aperture f/22 yang sempit, sehingga fokus lensa mencakup seluruh area gambar yang diambil (semak, latar belakang rumah merah, pohon besar dan mobil). Hal ini gua pilih, dengan maksud supaya POI dari gambar adalah seluruh bagian dari gambar tersebut.

clip_image004

Mana yang lebih bagus ?? Tentu saja tergantung selera dan tujuan si tukang fotonya dimana hal ini sangat subyektif dan ga bisa diganggu gugat. Seperti pendapat gua, kalau gua ingin menamakan karya foto gua dengan judul “lonely…. ” tentu saja lebih cocok jika gua memilih gambar yang atas.

ISO

Satu komponen yang ga boleh dilupakan adalah ISO speed (atau ISO saja) seringkali disebut juga ASA. Rentang ISO di kamera digital saat ini biasanya dari 100 to 1600 (Canon 400D yang gua pakai). Semakin tinggi nilai ISO, semakin cepat sensor dalam kamera mengumpulkan cahaya yang berarti juga semakin cepat mengumpulkan noise (terutama pada kecepatan jepret rendah).

Memilih kecepatan ISO sangat tergantung dari kondisi cahaya yang tersedia. Jika kita menaikkan setting kecepatan ISO yang kita gunakan, sebagai contoh dari 100 ke 400, maka kita akan memperoleh nilai exposure yang lebih tinggi (karena cahaya semakin banyak diterima oleh kamera). Beberapa pertimbangan dalam memilih kecepatan ISO

· Seberapa banyak obyek terkenai cahaya

· Apakah kita ingin menghasilkan gambar yang noisy/grainy apa yang clear (tanpa noise)

· Apakah kita pakai Tripod atau tidak

· Obyek fotonya bergerak atau tidak

Kalau jawabnya Ya semua, gunakan ISO yang rendah. Kalau jawabnya tidak, gunakan ISO yang lebih tinggi sehingga setting kecepatan jepret bias dinaikkan atau aperture bisa dikecilkan.

Mengendalikan Exposure dengan menggabungkan Seluruh Komponen

Bermain-main dengan exposure pada intinya dilakukan dengan mencoba berbagai kombinasi dari shutter speed, aperture dan kecepatan ISO. Untuk mengejar jumlah cahaya yang seimbang (Exposure meter, Ev = 0), kita bisa mecapainya dengan mengatur shutter speed yang rendah pada aperture yang sempit atau dengan mengatur shutter speed yang tinggi pada aperture yang lebar. Kelihatannya kedua hal tersebut memberikan efek yang sama terhadap gambar yang dihasilkan, akan tetapi tidak selalu begitu, hasil gambar yang tertangkap sangat tergantung pada jenis obyek yang kita ambil (bergerak atau tidak), kedalaman obyek gambar yang kita inginkan dll.

Satu kunci penguasaan exposure yaitu tentu saja dengan banyak melakukan eksperimen.

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar